Riwayat Keluarga
Nama kecilnya Muhammad Zuhdi biasa disapa Moh. Zuhdi lahir di Jepara 25 Oktober 1954. Putra pasangan Bapak Mariono dan ibu Suratmi yang berdomisili di desa Petekeyan Tahunan Jepara. Sosok low profile ini terlahir 6 bersaudara yakni Yasmi, Mualim, H. Moh. Zuhdi, S. Pd.I, Mundhokeib Marzuki, S. Pd. SD., Sulasah, dan Hj. Sufi'ati. KH. Moh. Zuhdi menikah dengan Hj. Kastonah dikaruniai 3 orang putra yakni Ahmad Yanis, Lailatul Muzakkiyah, dan M. Ulin Nuha.
Riwayat Pendidikan
Pendidikan dasarnya di tempuh di SR ( Sekolah Rakyat) sambil belajar ilmu agama pada Kiai Kampung yaitu Kiai Martin atau akrab dipanggil Kiai Mukmin. Setelah tamat dari SR, KH. Moh. Zuhdi melanjutkan pendidikan ke Ponpes Tasywiqus Shoghirin Robayan yang diasuh oleh KH. Muslim. Selama di Pondok Pesantren ini KH. Moh. Zuhdi menghabiskan waktunya untuk belajar agama dengan ciri khas Kitab Kuning. Ia dikenal oleh teman-temannya sebagai pribadi yang cinta ilmu dan cinta riyadloh.
KH. Moh. Zuhdi di Mata Sahabatnya
Kiai Mastur Mantingan, teman KH. Moh. Zuhdi saat menimba ilmu di Ponpes Tasywiqus Shoghirin menggambarkan KH. Moh. Zuhdi sebagai sosok yang tekun belajar dan suka riyadlah.
" Kang Zuhdi itu orangnya suka belajar, mutholaah kitab, betah melek, rajin melakukan riyadloh. Tiap malam tahajjud, setiap hari Senin- Kamis selalu berpuasa." Tutur Kiai Mastur.
Setelah boyong dari Ponpes Tasywiqus Shoghirin KH. Moh. Zuhdi berguru kepada Kiai Yasin Gleget Mayong Jepara untuk memperdalam Kitab Kuning dan menambah wawasan dan pengalaman. Setelah dari Mayong KH. Moh. Zuhdi terjun ke masyarakat untuk mengembangkan ilmunya, membangun musholla untuk belajar mengaji anak-anak kecil dan orang tua. ( Wawancara dengan K. Mastur, 2 Juni 2025).
Sosok Cinta Ilmu
Kecintaan KH. Moh. Zuhdi pada ilmu ilmu tidak hanya berhenti pada lembaga nonformal seperti Pondok Pesantren, namun juga ilmu- ilmu modern. Hal ini terlihat ketika KH. Moh. Zuhdi sudah memasuki usia senja masih bersemangat untuk menempuh pendidikan di Paket C dan dilanjutkan kuliyah di Unisnu Jepara. Di tengah kesibukannya sebagai pendakwah, pengasuh Pondok Hidayatul Mubtadin, guru di MI Nahdlatul Fata, di MTs Nahdlatul Fata, KH. Moh. Zuhdi menempuh pendidikan S1 Program Studi Pendidikan Agama Islam di Unisnu Jepara dan diwisuda 2 tahun sebelum beliau pensiun. Bagi Kiai Moh. Zuhdi menimba ilmu tidak ada batasnya. Hal itu yang diteladankan pada putra-putrinya, santri, siswa-siswinya.
" Nggolek ilmu iku ora ono watese, makno ono gunane. Mulo ojo nganti ora ngaji, ora belajar senajan wis tuwo." Pesannya pada santri dan siswanya.
Kiprah pengabdiannya
KH. Nur Khandir, salah satu teman perjuangannya menuturkan bahwa KH. Moh. Zuhdi dikenal sebagai sosok seorang aktivis. Kiprah pengabdiannya dapat dilihat dari sederet jabatan yang beliau emban di tengah-tengah masyarakat. KH. Moh. Zuhdi pernah menjabat sebagai Kepala MI Nahdlatul Fata tahun 1979- 1980. Beliau juga pernah menjabat sebagai Kepala Madrasah Diniyyah Awwaliyah Nahdlatul Fata Petekeyan selama 9 tahun, sebagai Tenaga Pendidik di MI Nahdlatul Fata dan menjadi Tenaga Pendidik di MTs Nahdlatul Fata hingga wafatnya. Beberapa jamiyyah beliau dirikan sebagai media penyampaian dakwah, antara lain Jamiyyah Manakib dua mingguan setiap malam Jumat, pengajian yasinan tiap subuh, dan pengajian anak-anak bakda maghrib, menjadi khotib, dan menjadi penceramah pengajian Ramadhan dan pengajian Lailatul Ijtimak Nahdlatul Ulama. ( Wawancara dengan KH. Nur Khandir, 30 Mei 2025)
Dalam kancah organisasi, kiprah KH. Moh. Zuhdi dimulai dari Ketua Gerakan Pemuda Ansor Ranting Petekeyan, Ketua PRNU Petekeyan, Deklarator PKB tingkat Ranting Petekeyan, dan menjabat Dewan Syuro PKB tingkat Ranting Petekeyan.
Sosok Pekerja Keras
Sebagai Kepala rumah tangga, KH. Moh. Zuhdi merupakan sosok yang penuh tanggung jawab dan cinta keluarga. Bukti tanggung jawabnya dibuktikan dengan kegigihannya dalam bekerja.
" Bapak itu orangnya nggak mau diam, beberapa pekerjaan beliau tekuni. Bahkan ketika menjelang sakit beliau rajin ke sawah padahal anak-anak sudah menyuruh istirahat karena usianya sudah tua." Jelas Hj. Kastonah, istri KH. Moh. Zuhdi.
Di samping sebagai pendidik, beliau juga menekuni permebelan, dan bertani. Profesi bertani ini beliau tekuni hingga menjelang beliau sakit. Berkat kegigihannya dalam mencari nafkah tiga orang putranya berhasil meraih gelar sarjana. Putra pertama, Ahmad Yanis sekarang menjadi Tenaga Pendidik di SD Tedunan Kedung Jepara diangkat menjadi Tenaga Pendidik P3K. Putra yang kedua, Lailatul Muzakkiyah diangkat menjadi Bidan desa di desa Tanggul Tlare Kedung Jepara, sedang putra bungsunya Muhammad Ulin Nuha memilih jalur menjadi wiraswastawan. ( Wawancara dengan Hj. Kastonah, 1 Juni 2025).
Setelah menjalani perawatan selama sembilan bulan karena penyakit yang diderita, KH. Moh. Zuhdi menghembuskan nafas yang terakhir di RSU RA Kartini Jepara. Umat Islam Jepara, khususnya kaum nahdliyin merasa kehilangan tokoh yang selalu hadir di tengah-tengah umat sebagai khotib, pendakwah, sebagai guru, sebagai pemimpin umat, dan sebagai kepala rumah tangga.
KH. Moh. Zuhdi menghadap Sang Kholiq pada tanggal 4 April 2025 setelah berjibaku untuk sembuh. Beliau meninggalkan seorang istri, 3 anak, 3 cucu yang selalu mensupport perjalanan dakwahnya.
Keteladanan KH. Moh. Zuhdi
Dari perjalanan hidup KH. Moh. Zuhdi kita bisa belajar banyak hal. Kita bisa belajar semangat mencari ilmu yang beliau tunjukkan lewat perjalanan mencari ilmu sampai usia senja. Hal tersebut terinspirasi fatwa bijak yang sangat populer di kalangan pencari ilmu. " Utlubul Ilma Minal Mahdi Ilal lahdi" Carilah ilmu mulai dari buaian sampai liang lahat.
Tidak sekadar mencari ilmu, beliau juga menebar ilmu dan mengembangkannya yang beliau lakukan di berbagai majlis ilmu, baik di musholla yang beliau bangun, maupun jamiyyah yang beliau bentuk.
Bentuk tanggung jawab dan cinta keluarga beliau tunjukkan dengan kegigihannya dalam bekerja. Di samping sebagai pendidik, beliau juga menekuni pertanian, dan permebelan sehingga mampu mengantarkan putra-putrinya meraih gelar sarjana. Kehidupannya yang harmonis menjadi bukti pancaran cinta yang bersinar di tengah keluarganya. Hal ini menjadi bukti pengamalan dawuh Nabi, "Khoirukum- khoirukum Li Ahlihi Wana Khoirukum Li Ahlii." Sebaik- baik keluarga adalah yang terbaik bagi keluarganya. Dan saya sebaik- baik kalian bagi keluargaku.
Selamat Jalan Bapak KH. Moh. Zuhdi, S. Pd. I, teladanmu menjadi inspirasi generasi ke generasi.
