Biografi Hj. Cholilah Mawardi; Kartini dari Pesantren

 

I.          Pendahuluan

Cholilah Mawardi merupakan salah satu tokoh penggerak perempuan di kalangan NU Jepara, khususnya wilayah Kecamatan Kedung dan sekitarnya. Beliau hidup di tengah budaya patriarki, dimana lelaki memegang kendali. Sehingga beliau amat peduli pada isu kesetaraan gender agar perempuan memiliki kesempatan, hak, dan perlakuan yang sama tanpa adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin.

Realita hidup dalam budaya patriarki justru semakin mengobarkan semangatnya belajar. Tak mau sekadar nyantri, beliau ingin lanjut perguruan tinggi. Meskipun tahu keinginan itu akan ditolak keluarga akibat tidak lazim, apalagi di kalangan kyai. BeIiau berusaha mendobrak segala tradisi yang membatasi. Berbekal keyakinan bahwa berpendidikan menjadikan kaum perempuan mandiri dan bermartabat.

II.          Tentang Cholilah Mawardi

A.  Besar di Lingkungan Pesantren

Terlahir di Jepara pada 8 September 1961, Bu Cholil, sapaan akrab beliau, sejak usia 4 tahun sudah menyandang status yatim. Ayahnya, kyai Mawardi, Pendiri Yayasan Matholi’ul Huda Bugel telah wafat dan meninggalkan Cholil kecil bertumbuh bersama ibunya, nyai Salmah dan dua kakaknya, Aminah dan Hindun. (Wawancara disarikan dari Ni’matul Hanik pada 13 Mei 2025)

Sebagai keturunan kyai, Bu Cholil banyak menghabiskan waktu belajarnya di pesantren. Setelah menamatkan pendidikan di MI Matholi’ul Huda Bugel, beliau melanjutkan pendidikan di Yayasan Matholi’ul Falah Kajen, sekaligus mondok di PP. Maslakul Huda (Al Badi’iyah), di bawah pengasuhan Mbah Sahal Mahfudh, yang merupakan pamannya sendiri. Dari Mbah Sahal, beliau banyak belajar tentang ilmu agama, pandangan hidup, dan etika secara langsung dengan mengabdikan diri di pondok dan ndalem selama tujuh tahun. (Ibid)

Sepulang nyantri dari Kajen, beliau membantu mengasuh pesantren. Mengajari para santriwati dan perempuan sekitar mengaji, baca tulis, dan berbagai keterampilan keputrian, salah satunya menjahit. (Ibid) Perlu diingat kala itu perempuan minim pendidikan dan ruang gerak. Maka dari itu perempuan dengan sederet kemampuan tersebut tentunya begitu istimewa.

B.  Membangun Rumah Tangga

Pada tahun 1987, Putri ketiga dari kyai Mawardi ini menikah dengan lelaki pilihannya, Masyhadi Fasya yang juga adalah santri ayahnya. Setelah sebelumnya mendapat pertentangan dari keluarga. Normalnya, dalam keluarga kyai menganut sistem perjodohan. Namun ia menolak secara halus dan memilih membuktikan kekuatan cintanya pada keluarga. Akhinya seluruh keluarga setuju. Bahkan suaminya menjadi sumber kekuatan dalam perjalanan karir politik. (Wawancara disarikan dari Ni’matul Hanik pada 13 Mei 2025)

Dari pernikahan Bu Cholil, terlahir dua buah hati, yakni Badiatin Cholishoh dan Dliya’ul Adha. Mereka diasuh langsung oleh beliau dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Meski padat kegiatan di ruang publik, beliau tetap profesional. Tahu kapan berperan sebagai seorang ibu, istri, atau aktivis. (Wawancara disarikan dari Badiatin Cholishoh pada 17 Mei 2025)

C.  Kiprah Sang Kartini Pesantren

Semenjak duduk di bangku kuliah, Bu Cholil sudah aktif berkecimpung dan mengambil peran penting dalam Fatayat NU. Beliau juga disibukkan kegiatan di LP3ES, LSM yang fokus menyuarakan kesetaraan gender. (Wawancara disarikan dari Ni’matul Hanik pada 13 Mei 2025)

Karir politik Bu Cholil mulai terlihat, ditandai dengan keterlibatan beliau dalam partai politik PKB. Beliau menjabat sebagai ketua pertama PPKB (Persatuan Perempuan Kebangkitan Bangsa) anak cabang Kedung pada tahun 1998. Berjibaku dalam keadaan politik yang memanas di Kecamatan Kedung sebagai imbas era reformasi. Dengan adanya euforia politik akibat politisasi agama. (Wawancara disarikan dari Nuriyanah pada 24 Mei 2025)

Puncak karir politiknya, Bu Cholil berhasil terpilih sebagai anggota DPRD Jepara dari fraksi PKB periode 2004 – 2009. Beliau makin lantang mengajak kaum perempuan memberdayakan diri. Tak berhenti disitu, setelah berakhirnya masa jabatan menjadi anggota dewan di DPRD, beliau dipercaya sebagai Pimpinan Cabang (PC) Muslimat NU periode 2009 – 2014. (Wawancara disarikan dari Ni’matul Hanik pada 13 Mei 2025)

Selain urusan organisasi dan politik, beliau aktif mengajar di Yayasan Matholi’ul Huda Bugel dan menjadi dosen Bahasa Arab di UNISNU (Universitas Islam Nahdlatul Ulama’) Jepara. (Ibid)

D.  Wafatnya Sang Kartini dari Pesantren

Di tengah kesibukan di PC Muslimat NU, pada tahun 2011 Bu Cholil mengalami musibah kecelakaan hingga koma. Setelah peristiwa naas itu, beliau harus menjalani perawatan intensif berbulan-bulan di rumah sakit. Kesehatannya berangsur pulih, tetapi tak seperti sedia kala. (Wawancara disarikan dari Dliyaul Adha pada 17 Mei 2025)

Hingga pada akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir pada 24 Dzulqo’dah 1437 H bertepatan dengan 27 Agustus 2016. Bulan wafat yang sama dengan abah (21 Dzulqo’dah) dan ibunya (15 Dzulqo’dah). Lima tahun kemudian, menyusul suaminya wafat pada 23 Dzulqo’dah. (Wawancara disarikan dari Badiatin Cholishoh pada 17 Mei 2025)

III.          Penutup

Layaknya Kartini sang idola, beliau tak takut pada belenggu tradisi yang membatasi ruang gerak perempuan. Sebaliknya, beliau selalu mengupayakan, bagaimana perempuan di Jepara, terutama di kalangan NU mampu berpendidikan layak dan mandiri.

Seluruh pergerakan beliau didasari sebuah keyakinan pada prinsip hidup yang diajarkan Islam, yakni kebermanfaatan, sesuai dengan hadist nabi;

خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. Tidak peduli sekecil apapun kebaikan, lakukan, dan perjuangkan. Niscaya kebaikan akan berbalik pada diri sendiri disertai adanya keberkahan. (Wawancara disarikan dari Ni’matul Hanik pada 13 Mei 2025)

Bu Cholil menjadi role model perempuan Jepara, utamanya wilayah Kecamatan Kedung dan sekitarnya untuk tidak takut memupuk mimpi. Bahwasanya perempuan boleh berpendidikan tinggi, berkarir, dan berkarya. Perempuan pun bisa berkontribusi di kancah lokal maupun global.


Daftar Pustaka

Adha, Dliya’ul. Wawancara oleh Alies Ilma Hawa, Jepara, 17 Mei 2025

Cholishoh, Badiatin. Wawancara oleh Alies Ilma Hawa, Jepara, 17 Mei 2025

Hanik, Ni’matul. Wawancara oleh Alies Ilma Hawa, Jepara, 13 Mei 2025

Nuriyanah. Wawancara oleh Alies Ilma Hawa, Jepara, 24 Mei 2025


Lebih baru Lebih lama